Indonesia merupakan negara yang sangat multikultural.
Oleh karena itu, Indonesia memiliki beragam ras, etnis, agama, dan kebudayaan.
Pada hakikatnya, NKRI terbentuk karena adanya multikultural tersebut. Dari
sanalah kemudian muncul sebuah paham atau semboyan yaitu “Bhineka Tunggal Ika”
yang artinya meski kita berbeda-beda tapi tetap satu jua. Dari berbagai
perbedaan yang bersatu itulah akhirnya Indonesia terbentuk.
Kebudayaan akan berkembang selaras
dengan berjalannya zaman. Hal ini sangat sesuai dengan pernyataan Ki Hajar
Dewantara (dalam Depdikbud 1996/1997 : 1), dijelaskan bahwa kebudayaan adalah
buah budi manusia, yakni alam dan jaman (kodrat dan masyarakat) dalam
perjuangan mana terbukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai
rintangan dan kesukaran di dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai
kesalamatan dan kebahagiaan yang pada akhirnya bersifat tertib dan damai.
Beliau juga mengatakan bahwa kebudayaan berganti wujudnya karena pergantian
alam dan jaman.
Banyak hasil kebudayaan yang
dilahirkan oleh Indonesia contohnya tari, wayang, teater dll. Menurut Depdikbud
(1996:38), dijelaskan bahwa hasil kebudayaan itu merupakan suatu ciptaan murni
sebagai penggalian atau pemikiran oleh para ahli di bidangnya masing-masing,
dan potensi yang ada pada masyarakat pada waktu itu. Artinya disini kebudayaan
yang pada waktu itu terbentuk adalah kebudayaan yang masih asli dan belum
tercampur dengan kebudayaan dari luar. Namun jika hal ini di kondisikan menuju
ke jaman sekarang, sulit sepertinya di jaman modernisasi dan globalisasi ini
untuk membuat rakyat Indonesia tertarik terhadap kebudayaannya sendiri. Dari
sinilah kita secara tidak langsung mendapatkan tugas yaitu untuk melakukan
usaha pelestarian seni tradisional meski di dalam UUD 1945 pasal 32 disebutkan
bahwa Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia. Dari penjelasan
tersebut tentu kurang lengkap jika hanya pemerintah yang berupaya dan berusaha untuk
memajukan kebudayaan, kita sebagai pemilik kebudayaan haruslah ikut campur
dalam mengembangkan, memajukan, serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa
Indonesia. Menurut Yoeti (1985:47) dijelaskan bahwa upaya untuk melestarikan
seni tradisional bisa dilakukan melalui usaha merintis penyesuaian dan
keseimbangan nilai keindahan yang telah ada dengan nilai-nilai baru, sehingga
membuka peluang bagi masyarakat untuk ikut menghormati hasil-hasil karya baru.
Artinya disini bahwa dalam usaha dan upaya pelestarian kebudayaan asli suatu
bangsa perlu adanya akulturasi dimana akulturasi dilakukan dengan sangat bijak
guna mendapatkan suatu perubahan kea rah yang lebih maju supaya kesenian
tradisional asli tersebut jauh dari arah kepunahan dan tetap berkembang seperti
apa yang di inginkan .
1). Bagaimana konsep integrasi sosial?
2). Bagaimana tari lengger
dipertunjukkan di Kota Probolinggo?
3). Bagaimana implikasi integrasi
sosial terhadap tari lengger di Kota Probolinggo ?
1). Menjelaskan konsep integrasi sosial.
2). Menjelaskan pertunjukkan tari
lengger di Kota Probolinggo .
3). Menjelaskan implikasi integrasi
sosial terhadap tari lengger di Kota Probolinggo.
PEMBAHASAN
Integrasi berasal dari kata Bahasa
Inggris yaitu integration yang
berarti penggabungan; keseluruhan, kesempurnaan (Purnomo, 2000: 187). Menueut Duverger (dalam Riezdha:2012) bahwa integrasi sosial adalah
dibangunnya interdependensi yang lebih rapat antara bagian-bagian dari
organisme hidup atau anggota-anggota dalam masyarakat. Integrasi
sosial dalam masyarakat merupakan suatu keadaan yang dicita-citakan. Integrasi
dalam masyarakat akan terwujud apabila seluruh anggota masyarakat mampu
mengendalikan prasangka yang ada sehingga konflik dan dominasi golongan
mayoritas terhadap minoritas tidak terjadi. Menurut Horton
(dalam Riechan: 2012) bahwa integrasi adalah proses pengembangan masyarakat
yang mana segenap kelompok ras dan etnik mampu berperan secara bersama-sama
dalam kehidupan budaya dan ekonomi. Oleh karena integrasi merupakan sesuatu
yang diharapkan dalam kehidupan masyarakat maka harus tetap dijaga kelangsungannya.
Agar nantinya bisa menghindari terjadinya konflik sosial yang terjadi dalam
masyarakat. Selain itu, bisa menjadi wadah tercapainya tata tertib sosial atau sistem
nilai yang telah disepakati dalam masyarakat dan menciptakan konflik yang
bersifat potensial dalam masyarakat. Kelompok-kelompok
etnik akan beradaptasi dan bersikap komformitas terhadap kebudayaan mayoritas
masyarakat, namun masih tetap mempertahankan kebudayaan mereka masing-masing.
Berdasarkan penjelasan di atas, integrasi memiliki dua fungsi yaitu:
1.
Sebagai
pengendali terhadap terjadinya konflik sosial
2.
Karena
pengertian integrasi adalah penggabungan; keseluruhan, kesempurnaan, maka bisa
kita simpulkan integrasi sosial bisa berfungsi sebagai wadah penyatuan dari
keseluruhan komponen-komponen dari berbagai aspek sehingga bila terjadi
berbagai hambatan dan tantangan sosial, masyarakat tidak akan bubar dan tidak
terarah.
2.1.2
Faktor-Faktor Integrasi Sosial
Menurut Riezdha (2012) bahwa faktor
terjadinya integrasi sosial terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal,
yaitu:
·
Faktor internal
Merupakan faktor
pendorong integrasi yang berasal dari diri sendiri meliputi : kesadaran diri
sebagai makhluk sosial; tuntutan kebutuhan; jiwa dan semangat gotong royong.
·
Faktor eksternal
Merupakan faktor
pendorong integrasi yang berasal dari luar diri sendiri meliputi : tuntutan
perkembangan jaman; persamaan kebudayaan; terbukanya kesempatan; sikap
menghargai atau toleransi; persamaan visi, misi dan tujuan; adanya konsensus
nilai-nilai dalam masyarakat; adanya tantangan
Menurut
Riechan (2012) bahwa unsur-unsur yang menyebabkan terjadinya integrasi sosial
adalah sebagai berikut:
·
Adanya
unsur-unsur yang berbeda dalam kehidupan sosial, misalnya tata susunan
masyarakat organisasi sosial dan sistem pengetahuan.
·
Adanya
proses penyesuaian dari unsur-unsur yang berbeda dan tiap-tiap unsur tersebut
saling menyesuaikan.
·
Terciptanya
pola kehidupan yang serasi fungsinya dalam masyarakat sebagai akibat adanya
proses penyesuaian unsur-unsur yang saling berbeda sehingga timbul adanya rasa
kesatupaduan dalam masyarakat.
Menurut
Irwan (2010), faktor-faktor pendorong terjadinya integrasi sosial adalah:
· Homogenitas kelompok
· Besar kecilnya kelompok, pada kelompok yang kecil biasanya tingkat
kemajemukannya juga relatif kecil, sehingga akan mempercepat proses integrasi
sosial.
· Mobilitas geografis
· Efektifitas dan efesiensi komunikasi, komunikasi yang berlangsung
di dalam masyarakat akan mempercepat integrasi sosial.
2.1.3
Bentuk-Bentuk Integrasi
Sosial
Menurut Rahmawati
dkk (dalam Riadi: 2011), bentuk-bentuk integrasi ada tiga macam, yaitu:
1. Integrasi normatif yaitu suatu
bentuk integrasi yang terjadi akibat adanya norma-norma yang berlaku dalam
masyarakat.
2. Integrasi fungsional yaitu
integrasi yang terbentuk karena adanya fungsi-fungsi tertentu dalam masyarakat
3. Integrasi koersif yaitu
integrasi yang terbentuk karena adanya kekuasaan pemimpin
Menurut
Ogburm dan Nimkoff (dalam Irwan: 2010) berpendapat bahwa bentuk integrasi sosial adalah:
1.
Asimilasi,
yaitu pembauran kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan
asli.
2.
Akulturasi,
yaitu penerimaan sebagian unsur-unsur asing tanpa menghilangkan kebudayaan
asli.
Menurut pandangan para penganut fungsionalisme struktur sistem
sosial senantiasa terintegrasi di atas dua landasan berikut :
· Suatu masyarakat senantiasa terintegrasi di atas tumbuhnya
konsensus (kesepakatan) di antara sebagian besar anggota masyarakat tentang
nilai-nilai kemasyarakatan yang bersifat fundamental (mendasar).
· Masyarakat terintegrasi karena berbagai anggota masyarakat
sekaligus menjadi anggota dari berbagai kesatuan sosial (cross-cutting affiliation). Setiap konflik yang terjadi di antara
kesatuan sosial dengan kesatuan sosial lainnya akan segera dinetralkan oleh
adanya loyalitas ganda (cross-cutting
loyalities) dari anggota masyarakat terhadap berbagai kesatuan sosial.
Menurut
Koentjaraningrat (1966: 138-140), integrasi sosial yang terjadi dalam
masyarakat terkait dengan struktur sosial yang ada dalam masyarakat. Dalam
kehidupan bermasyarakat, terdapat tiga unsur yaitu: (1) pranata, (2) kedudukan sosial,
dan (3) peranan sosial. Semua kaitan ketiganya tersebut kemudian dihubungkan
dengan tipe-tipe masyarakatnya (misalnya industri, pedesaan, perkotaan, dll).
Setelah disesuaikan dengan tipe-tipenya tersebut, nantinya akan menciptakan
lingkungan hidup yang kondusif dan utuh karena semuanya sudah berjalan dalam
satu kesatuan yang utuh dan keseluruhannya memiliki porsi masing-masing
sehinnga meminimalisir terjadinya konflik sosial. Suatu integrasi sosial dikatakan berhasil apabila
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1)
Seluruh anggota masyarakat merasa bahwa mereka saling mengisi kebutuhan dan
tidak saling merintangi atau merugikan.
2) Terdapat
konsensus antarkelompok mengenai norma-norma sosial yang memberi arah pada
tujuan yang dicita-citakan dan menjadi kajian bagi cara dan upaya untuk
mewujudkannya.
3)
Bertahannya norma-norma tersebut secara relatif lama dan setiap kali berubah.
2.2 Bentuk
pementasan kesenian Lengger
Kesenian lengger merupakan salah
satu kesenian yang ada dan berkembang di
Banyumas sampai saat ini. Kesenian
lengger sebagai seni rakyat pada awalnya
berkembang di desa-desa atau daerah pertanian dan kesenian ini dapat disebut
tarian rakyat pinggiran, merupakan seni
rakyat yang cukup tua, dan merupakan
warisan nenek moyang atau leluhur masyarakat Banyumas Kesenian
lengger pada awalnya merupakan bagian dari ritual (sakral) dalam upacara
baritan (upacara syukuran keberhasilan/pasca panen). Pertunjukan kesenian
lengger pada zaman dulu dilakukan dalam
waktu semalam suntuk dengan penari laki-laki. Penari lengger menari sambil menyanyi atau nyinden, diiringi
oleh gamelan calung, sehingga sering disebut lengger calung.
Pada awalnya kesenian Lengger digunakan dalam upacara desa
sebagai alat untuk menghadirkan para
dewa yang dapat membantu para petani menghasilkan panen yang baik.
Gerakan-gerakan tarian Lengger yang
erotis sekaligus menyimbolkan perkawinan para dewa yang berbuah pada panen yang
melimpah. Sehingga orang yang tidak mengetahui latar belakang tarian ini akan
memandang atau menilai ahwa tarian ini
sebagai tarian yang seronok.
Kesenian Lengger
pada umumnya telah tersebar kemana-mana. Namun terdapat berbagai bentuk
perbedaan dalam penyajiannya. Lengger Banyumas terdapat 4 babak dalam
penyajiannya, sedangkan dalam lengger probolinggo hanya terdapat satu babak
yakni babak gambyongan. Hal ini tentu menarik untuk kita kaji sebagai
pembelajaran kedepan bagaimana sebuah kebudayaan mengalami apa yang disebut
integrasi sosial. Dari integrasi sosial itulah maka akan terdapat suatu
perubahan dari kebudayaan asli.
Berikut Bentuk pertunjukan kesenian
tradisional lengger calung pada umumnya
dibagi menjadi empat babak yaitu (a) babak
gambyongan/lenggeran, (b) babak
badutan, (c) babak kuda calung (ebeg-ebegan), dan (d) babak
baladewan. Namun lengger yang terdapat di Kota Probolinggo hanya terdiri dari
babak gambyongan saja.
a). Babak Gambyongan
Babak pertama yaitu munculnya tari
gambyong yang ditarikan oleh penari wanita, menggambarkan keluwesan remaja
perempuan yang sedang beranjak dewasa, mereka melakukan gerak bersolek atau
berhias diri agar menjadi cantik
sehingga banyak pemuda tertarik. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995: 288) tari gambyong adalah sebuah tarian
yang menggambarkan keluwesan seorang
wanita/perempuan. Tarian ini sebagai pembuka dalam kesenian lengger
calung, dan mempunyai makna ucapan selamat datang dan menyaksikan pertunjukan.
Di samping menari, penari diwajibkan melantunkan tembang-tembang atau gendhing
Banyumasan sehingga membuat suasana
menjadi gembira, dan meriah. Pada babak ini sering dimanfaatkan oleh penonton
untuk meminta lagu-lagu atau gendhing Banyumas bahkan dapat untuk ngibing atau
menari bersama. Sebelum permintaan lagu dipenuhi maka si pemesan menyisipkan
uang sebagai tips atau tambahan kepada penari lenggernya.
b). Babak Badutan
Pada babak kedua ini dimaksudkan
untuk memberikan waktu istirahat kepada penari lengger selama kurang lebih 30
menit, jumlah penari badutan ini biasanya 2 orang, bisa laki-laki semua atau
pasangan laki-laki dan perempuan. Mereka menari dengan gerakan yang lucu
sehingga dapat menghibur penonton, kemudian biasanya dilanjutkan melawak dengan dialek khas Banyumasan.
c). Babak ebeg-ebegan atau Kuda calung
Babak ketiga ini biasanya dilakukan
pada tengah malam di mana penari kuda calung atau ebeg ini melakukan ndadi
(wuru/mendem). Pada babak ini biasanya penonton ingin melihat bagaimana seorang
pemain menari dalam keadaan ndadi, kemudian melakukan kegiatan atau
atraksi yang aneh-aneh, misalnya makan
bunga, makan kaca, makan bara api, minum air bunga, kelapa muda yang dikupas
dengan gigi pemainnya, sintrenan atraksi akrobat dan sebagainya.
d). Babak akhir yaitu Baladewan
Pada babak terakhir yaitu munculnya
penari yang menarikan tari Baladewan, pada adegan ini merupakan penggambaran
bahwa semua roh leluhur kesenian lengger kembali ke tempat mereka bersemayam.
Konon mereka adalah para dewa yang bertugas untuk membantu manusia dalam
kegiatan sehari-hri dalam kehidupanya.
Implikasi dari Integrasi
sosial terhadap kesenian tari lengger di Kota Probolinggo sangatlah terlihat
jelas. Tari lengger yang akarnya berasal dari Banyumas memiliki 4 babak yang
sampai sekarang masih berjalan di Banyumas, namun pada masyarakat Probolinggo
kesenian lengger hanya terdiri dari 1 babak saja. Disinilah peran integrasi
sosial terlihat, dimana masyarakat Probolinggo mengambil bahan-bahan dari
kebudayaan asing yang kemudian tidak seluruhnya mereka jalankan. Karena kita
ketahui bahwa kesenian lengger adalah kesenian yang terkenal dengan kesan
seronok. Selain itu, lengger di kota Probolinggo sudah bisa di katakan menjadi
profesi. Hal ini terjadi karena faktor ekonomi para pemain lengger di kota
Probolinggo masih kurang terpenuhi.
Integrasi yang terjadi
antara kota Probolinggo dengan Banyumas dalam hal kesenian khususnya tari
lengger sudah jelas terlihat dan biasa disebut dengan asimilasi. Dimana
Probolinggo yang menyerap unsur kebudayaan dari Banyumas menghilangkan
kebudayaan asli Banyumas tetapi tidak keseluruhan. Hal ini merupakan usaha dan
upaya untuk melestarikan kebudayaan yang berubah seiring dengan berjalannya
waktu. Namun tidak menutup kemungkinan dapat menimbulkan dampak negatif. Yakni
hilangnya filosofis atau arti dan hakikat kesenian itu sendiri.
Integrasi sosial
sebenarnya membawa dampak yang baik bagi perkembangan suatu kebudayaan yang
hampir punah. Integrasi sosial merupakan wadah penyatuan bagi suatu perbedaan
yang nantinya akan menjadi satu kesatuan untuk tujuan yang sama. Namun jika
suatu kebudayaan menerima pengaruh asimilasi, disanalah akan muncul pertanyaan
apakah integrasi sosial masih di anggap baik dalam hal pelestarian kebudayaan.
Hal ini tentu haruslah disesuaikan dengan penjelasan sebelumnya, bahwa dalam
pelestarian kebudayaan hendaklah tidak menutup diri, artinya kita harus mampu
menerima pengaruh dari luar sebagai pelengkap atau penyempurna kebudayaan asli.
Kebudayaan asli haruslah tetap ada dan kebudayaan baru bersifat melengkapi guna
mencapai tujuan mengjindari kepunahan.
3.2
Saran
Sebagai upaya dalam pelestarian
kebudayaan, haruslah ditempuh berbagai cara. Jaman globalisasi dan modernisasi
bukanlah tantangan terpenting dalam berupaya menjaga eksisnya kebudayaan lama.
Tantangan terpenting kita saat ini adalah bagaimana kita yang berstatus sebagai
generasi penerus bangsa melakukan upaya melalui kreativitas dalam hal
kebudayaan yang bisa dilakukan melalui banyak hal salah satunya adalh melalui
integrasi sosial.
Adanya pengaruh
kebudayaan modern yang kuat akan mendesak kebudayaan lama yang sudah ada. Generasi
muda akan lebih mudah mengikuti budaya dari luar Karena mudah diikuti dan lebih
menarik. Sementara dalam mempelajari kebudayaan lama, perlu adanya kesabaran
ataupun ketekunan. Disinilah peran kita sebagai manusia yang diwarisi
kebudayaan untuk melakukan kreatifitas agar kebudayaan asli tidak punah.
Depdikbud RI. 1996. Wujud,
Arti dan Fungsi Puncak – Puncak Kebudayaan Lama dan Asli Bagi Masyarakat
Pendukungnya Sumbangan Kebudayaan daerah Terhadap Kebudayaan Nasional.
Medan: UD Sarina
Depdikbud RI DI Yogyakarta.
1996/1997. Wujud, Arti dan Fungsi Puncak – Puncak Kebudayaan Lama dan Asli
Bagi Masyarakat Pendukungnya di Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: CV.
Fisca Sari
Koentjaraningrat. 1966. Pengantar
Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Lundberg, George. 1963. Sociology. New York:
Harper & Row Inc.
Riechan. 2012. Integrasi Sosial. (Online),
(http://sekolahsosiologi.blogspot.com/2012/01/integrasi-sosial.html) diakses 03 April
2013.
Riezdha. 2012. Integrasi dan Konflik Sosial. (Online),
(http://riezdha.blogspot.com/2012/07/integrasi-dan-konflik-sosial.html)
diakses 03 April 2013.
Soekanto,
Soerjono. 2012. Sosiologi Suatu
Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo.
Yoeti, Oka.
1985. Melestarikan Seni Budaya Tradisional yang Nyaris Punah.